Minggu, 20 April 2008

SINODE GEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN: ...........PASKAH..................

SINODE GEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN: ...........PASKAH..................

SINODE GEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN: SINODE GEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN: ...........PASKAH..................

bukuputihsinodegksbs.blogspot.com

PENDAHULUAN


Buku Putih ini diterbitkan oleh Sinode Gereja Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan dan merupakan salah satu sidangnya yang ke 2 di Metro, tanggal 6 s.d. 10 Agustus 1990. Sebagaimana lazimnya sebuah buku putih berisikan keterangan atau penjelasan yang sifatnya mendasar tentang suatu masalah, demikian juga buku ini. Ia memuat wawasan yang sifatnya mendasar mengenai kemandirian Gereja Gereja dilingkungan Sinode Gereja Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan. Buku ini dimaksudkan untuk kalangan sendiri sebagai pedoman yang sifatnya baku mengenai pembinaan keman­dirian Gereja Gereja seSinode GKSBS. Sekalipun demikian buku hanya memuat pandangan pandangan yang bersifat prinsipial. Sudah barang tentu dalam pemakaiannya masih perlu dijabarkan agar lebih konteksfual dari segi wilayah, masyarakat dan budaya Sumbagsel yang sifatnya majemuk dimana Gereja-Gereja seSinode GKSBS kini hidup dan berkembang diempat propinsi : Lampung, Sumatra Selatan, Jambi dan Bengkulu. Demikian juga agar lebih kontekstual dengan situasi yang berkembang di wilayah-wilayah tersebut.

Kemandirian Sinode GKSBS dari Sinode Wilayah I Gereja Gereja Kristen Jawa telah diresmikan oleh Pemerintah melalui Surat Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan Departemen Agama RI Nomor 100 Tahun 1987 tanggal 14 Oktober 1987. Kantor Sinode GKSBS di Metro juga telah diresmikan oleh Dirjen Bimas Kristen 15 0ktober 1987 yang dihadiri pula oleh Gubernur Propinsi Lampung. Kedua peristiwa tersebut menjadikan keberadaan Sinode GKSBS sah secara hukum.

Berdirinya Sinode GKSBS terjadi sebagai pembiakan Sinode GKJ, setelah kemandiriannya telah dipersiapkan sejak lama sebelumnya. Demikian juga Gereja Gereja dilingkungan Sinode GKSBS sudah sejak lama pula menyiapkan diri buat kemandirian tersebut. Dengan menjadi Sinode sendiri, lepas dari struktur Sinode GKJ, berarti kemandirian secara struktural telah terlaksana. Namun kemandirian struktural tersebut telah didahului dan akan terus ditindak lanjuti dengan segala usaha menggapai kemandirian secara asasi.

Segera sesudah peresmian tersebut, dalam sidang MPL PGI di Kendari (Sulawesi Tenggara) pada tanggal 20 - 27 April 1988, Sinode GKSBS telah diterima sebagai anggota PGI nomor 58.

Kemandirian Gereja Gereja se Sinode GKSBS bertitik tolak dari panggilan Tuhan di dalam Kristus yang Raja Gereja. Maka itu usaha usaha pembinaan kemandiriannya akan terus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaannya sebagai Gereja Tuhan. Semua usaha itu menuju kepada "kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus" (Epesus 4: 13). Pada jalur usaha itulah buku ini mendapatkan tempatnya.

Adapun isi buku Ini tersusun sebagai berikut :

Bab I Proses terbentuknya Sinode GKSBS.

Bab ini memuat secara kronologis perihal misi GKJ di Lampung, keputusan keputusan Sinode GKJ mengenai pelayanan misinya di Lampung, perkembangan jemaat dan pembiakan Klasis, persiapan keman­dirian, peresmian Sinode GKSBS dan penerimaannya sebagai anggota PGI.

Bab II Mengapa harus mandiri.

Dalam Bab ini dibahas mengenai mandiri dalam rangka pelaksanaan misi (tugas) dan pertanggung jawaban atas karunia Tuhan.

Bab III Kemandirian Gereja.

Dalam bab ini dibahas mengenai pengertian tentang Gereja, pengertian tentang kemandirian, kemandi­rian daya, dana dan theologia.

Bab IV Pengertian yang salah dan hambatan kemandirian. Dalam bab ini dibahas tentang pengertian yang sa­lah mengenai kemandirian, yakni tentang pengerti­an yang salah kaprah dan pengertian theologis yang kurang sesuai dengan perkembangan jaman. Selanjutnya dibahas mengenai hambatan hambatan kemandirian Gereja seperti kecenderungan untuk memikirkan "Gerejanya sendiri", merasa masih miskin, tidak atau kurang percaya diri, takut resiko dan sikap nrima.

Bab V Menjadi Gereja mandiri berarti menjadi missioner sekaligus Gereja Daerah. Dalam bab ini dibahas mengenai hubungan Gereja dengan dunia, pemahaman tentang Injil, Jemaat missioner, Injil dan kebudayaan daerah serta Gereja Daerah.

Baba VI Gereja Gereja dilingkungan Sinode GKSBS dan Gerakan Oikumene. Dalam bab ini dibahas pengertian istilah Oikumene gerakan oikumene, hubungan oikumene di Sumbagsel, Oikumene Nasional, hubungan dengan bebadan Gerejawi, hubungan dengan Gereja dan bebadan luar negeri.

Bab VII Pengorganisasian Gereja.

Dalam bab ini dibahas pengertian tentang organisasi, pengorganisasian Gereja, sistem pemerintahan gereja, gambaran pengorganisasian Gereja, tugas kemajelisan, pedoman pembentukan Komisi Jemaat dan uraian tugasnya, pengorganisasian tingkat Klasis dan Sinode.

Bab VIII Kepemimpinan Kristen

Dalam bab ini dibahas mengenai arti kepemimpinan, siapa pemimpin itu, bagaimana seharusnya memimpin, peranan pemimpin Kristen dalam pembangunan Nasional.

Bab IX Gereja setempat yang mandiri.

Dalam bab ini dibahas perihal "Wajah" Gereja setempat yang mandiri dalam konteks masyarakatnya. Pembahasan dari segi organisasi dan pengorganisasian, pernbinaan / pengaderan, warga melaksanakan PI dan diakonia, penggalian dan pengelolaan keuangan Jemaat, usaha-usaha orientasi Alkitabiah, hubungan baik dengan masyarakat dan Pemerintah, kerukunan umat Kristen dan partisipasi dalam pembangunan masyarakait.

Buku ini terbit dengan latar belakang keputusan Sinode. Satu diantaranya keputusan Sinode Wilayah I GKJ tanggal 16 s - d. 20 Juni 1987 di Metro. Sidang tersebut telah memutuskan / merekomendasikan sebagai berikut:

1. Dipakai sebagai bahan acuan kegiatan pengaderan dan usaha usaha pembinaan warga gereja lainnya tingkat Jemaat, Klasis, Sinode. Untuk itu bisa pula dipakai secara utuh.

2. Dipakai dalam kegiatan visitasi Jemaat / Klasis sebagai salah satu bahan pegangan para visitator.

3. Dipakai sebagai bahan acuan bagi para Tenaga Gereja, Departemen Klasis, Departemen Sinode dan Pengurus/staf badan-badan Sinode.

4. Dipakai sebagai bahan pegangan para Majelis Gereja. (Akta Sinode Wilayah I GKJ ke XI, artikel XVI).

Penyusunan buku adalah sebuah tim yang diangkat oleh Deputat Penelitian dan Pengembangan Sinode GKSBS yang terdiri dari: Pdt. Yussar Yanto, S.Th, Pdt. Marwoto, S.Th, Ir. Gunarto DW, Pdt. Purwadi Pranoto Hadi, S.Th, Pdt. Riyo Purnomo, S.Th, Menasih PW, Bsc, Bambang Sumarsono, S.Th.

Seperti kata orang "tak ada gading yang tak retak" demikian pula buku ini tentu mengandung banyak kekurangan dan perlu disempurnakan. Karenanya kami mengharap masukan dari para pemakai buku ini dengan penyempurnaannya, untuk itu kami sampaikan banyak terima kasih.

Kiranya Kristus Raja Gereja memberkati usaha kita untuk menggapai kedewasaan kita sebagai Gereja yang dipanggil supaya melayani dan menatalayani semua orang di kawasan Sumbagsel.

A.n. Deputat Penelitian & Pengembangan

Sinode GKSBS,

Pdt. Yussar Yanto, S.Th.

BAB I

PROSES TERBENTUKNYA SINODE

GEREJA GEREJA KRISTEN SUMATRA BAGIAN SELATAN (GKSBS)

Pengantar.

Wilayah Sumatra Bagian Selatan sudah sejak Tahun 1938 merupakan wilayah pelayanan dari pada Gereja Kristen Jawa (GKJ). Menurut sejarahnya pada tahun-tahun sebelum perang dunia kedua yaitu pada waktu Pemerintahan Hindia Belanda sudah ada transmigrasi orang-orang dari Jawa ke Sumatra Bagian Selatan (waktu itu disebut kolonisasi). Diantara para kolonis tersebut terdapat orang-orang Kristen asal dari GKJ (Jawa) yang makin lama makin bertambah. Maka pada tahun 1938 GKJ menugaskan seorang Colporteur (penjual buku) untuk melayani orang-orang Kristen Jawa ter­sebut dengan memberikan bantuan buku-buku yang diperlukan. Pelayanan tersebut makin meningkat dengan penghimpunan Jemaat dan ibadah, yang kemudian diorganisir secara teratur menjadi Jemaat-jemaat, dan sampai tumbuh menjadi Sinode sendiri.

KRONOLOGI TERBENTUKNYA JEMAAT JEMAAT DI SUMATRA BAGIAN SELATAN SAMPAI MENJADI SINODE SENDIRI.

1. Akta Sinode GKJ I Tahun 1949 artikel 16, memutuskan bahwa Lampung merupakan wilayah pelayanan dari GKJ.

2. Akta Sinode GKJ II Tahun 1950 artikel 27, Sinode GKJ dengan sangat gembira menerima laporan kemajuan pe­layanan di Lampung.

3. Akta Sinode GKJ IV Tohun 1953 artikel 31, Sinode memutuskan terbentuknya Klasis Sumatra Selatan yang meliputi wilayah propinsi Sumatra Selatan waktu itu yaitu wila­yah Palembang, Jambi, Bengkulu dan Lampung.

Kemudian setelah propinsi membiak menjadi 4 propinsi yaitu Propinsi Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi, wilayah tersebut disebut dengan wilayah Sumatera Bagian Selatan.

4. Akta Sinode GKJ IV tahun 1953 Artikel 36, Sinode GKJ menyetujul rencana kerja Klasis Sumatra Selatan untuk di tanggung bersama-sama oleh Sinode GKJ.

5. Akta Sinode GKJ VI tahun 1953 Artikel 65, karena perkembangan pelayanan yang makin meluas dan sudah terbentuk makin banyak jemaat, maka Sinode memutuskan untuk membiakkan Klasis Sumatra Selatan menjadi 2 Kla­sis, yaitu: Klasis Lampung dan Klasis Palembang.

6. Akta Sinode GKJ XI tahun 1969 Artikel 131.

Karena perkembangan yang makin pesat terutama Jemaat jemaat di Lampung, maka Sinode memutuskan untuk menyetujui pembiakan Klasis Lampung menjadi 5 Klasis, yaitu :

a. Klasis Metro

b. Klasis Sri Bhawono

c. Klasis Seputih Raman

d. Klasis Tanjungkarang

e. Klasis Bandarjaya.

7. Akta Sinode GKJ XII Tahun 1971 Artikel 60.

Klasis-klasis di Lampung mengusulkan kemandirian Gereja gereja di Sumatra Bagian Selatan untuk bersinode sendiri. Usulan tersebut dijawab oleh Sinode GKJ dengan membentuk Deputat Sinode Wilayah. Dalam hal ini GKJ dibagi 3 wilayah, yaitu:

a. Deputat Wilayah I: yang meliputi wilayah Klasis-klasis Lampung

dan Palembang ( Sumbagsel ).

b. Deputat Wilayah II: yang meliputi Klasis-klasis di Ja­wa Tengah sebelah Selatan sampai Bandung.

c. Deputat Wilayah III: yang meliputi Jawa Tengah sebelah Utara sampai Jakarta dan Tuban. Pembagian wilayah tersebut sudah ada gagasan pembentukan Sinode Sumatra untuk Wilayah I.

8. Akta XIII Tuhun 1974, ArHkel 127, Sinode memutuskan:

Pembiakan Klasis Palembang menjadi 2 Kiasis yaitu: Klasis Palembang dan Klasis Belitang Buay Madang. Hal ini dikarenakan perkembangan Jemaat-jemaat di wilayah Klasis Palembang yang makin berkembang kearah Jambi, Bengkulu dan Sumatra Selatan sendiri.

9. Akta Sinode GKJ XIII tahun 1974, artikel 68, Sinode memutuskan untuk meningkatkan Deputat Wilayah menjadi Sinode Wilayah. Hal ini ditempuh oleh GKJ dalam rangka melatih dan membina Gereja di Sumbagsel untuk bersinode sendiri.

Dengan demikian sejak tahun 1974 Sinode GKJ terdiri dari 3 Sinode Wilayah, yaitu:

a). Sinode Wilayah I GKJ yang meliputi wilayah Sumatra Bagian Selatan.

b).Sinode Wilayah II yang meliputi wilayah dari Bandung sampai Yogyakarta.

c).Sinode Wilayah III GKJ meliputi wilayah dari Ja­karta sampai Tuban.

10. Akta Sinode GKJ XVI tahun 1981, Artikel 6 Sinode Wilayah I GKJ mengusulkan Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ untuk bersinode sendiri dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1). Latar belakang keanggotaan Gereja-gereja dilingkungan Sinode Wilayah I yang sangat variable, mereka berasal dari berbagai macam Gereja asal di Jawa (GKJ, GKJW, GKJTU, GITJ, GKP, GKPB, GPIB, HKBP, GKIS, dll).

2). Masyarakat di Sumbagsel yang majemuk, yaitu ter­diri dari banyak suku dengan berbagai macam adat dan kebiasaanya, oleh karenanya Gereja-gereja diSumbagsel terpanggil untuk melayani sebagai Gereja Daerah

3). Pertimbangan praktis, yaitu karena jarak jauh dari Jawa Tengah, maka penghayatan masalah-masalah di lingkungan Sinode Wilayah I GKJ tidak bisa dilakukan oleh Deputat GKJ Salatiga. Hal yang demikian mengakibatkan bahwa mereka tidak begitu tahu akan masalah-masalah/ kesulitan/ hambatan dan juga perkembangan yang pesat dari Gereja-gereja di Sumbagsel.

Usul ini ditanggapi positip oleh Sinode GKJ dengan membentuk Panitía Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ yang terdiri dari:

1). Pdt. Wijoyo Hadipranoto, BD (Konvokator).

2). Drs. F.W. Singotaruna

3). Ir. Gunarto Darmowigoto

4). Pdt. Marwoto, S.Th.

5). Pdt. Dr. Harun Hadiwiyono.

Sinode menetapkan tugas Panitia Persiapan Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ sebagai berikut :

1. Mempersiapkan Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ menjadi Sinode sendiri didalam segala aspek, deng­an mempertimbangkan antara lain:

a. Latar beiakang historis Gerejawi yang ada dan perkembangannya.

b. Latar belakang denominasi Warga Gereja yang bermacam-macam di lingkungan Sinode Wilayah I, sehingga perlu dicari identitas Sinode Wilayah I GKJ.

c. Kebutuhan tenaga gereja setempat, yang mempunyai hubungan erat dengan masalah pendidikan theologia.

d. Wilayah yang sangat luas.

2. Memberikan rekomendasi tentang kebutuhan Sinode Wilayah I didalam hubungan kerjasama Sinode Wi­layah I dengan pihak-pihak partner.

3. Melaporkan tugas tersebut di atas kepada Sidang Sinode GKJ XVII.

11. Akta Sinode GKJ XVH tahun 1984, Artlkel 37.

Panitia Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ yang dibentuk pada Sinode GKJ XVI, melaporkon hasil kerjanya, dan Sinode Wilayah I GKJ juga mengusulkan agar Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ ditunda saru daur persidangan Sinode lagi sampai Sinode ke-XIII yang akan datang.

Atas usulan dan laporan Panitia Kemandirian tersebut Sinode memutuskan agar Sinode Wilayah I GKJ membentuk Panitia Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ yang bertugas lebih memantapkan persiapan Kemandirian yang dibentuk oleh Sinode Wilayah I GKJ terdiri dari :

1). Ir. Gunarto Darmowigoto - Ketua.

2). Pdt. Yussar Yanto, S.Th.

3). Pdt. Marwoto, S.Th.

4). Pdt. Rumanto, S.Th.

5). Pdt. Basar Hadisuwarno

6). Sdr. Bambang Sumarsono, S.Th.

Panitia tersebut telah mengadakan usaha pemantapan kemandirian Sinode Wilayah I GKJ dengan mengadakan 3 kali Musyawarah Majelis di seluruh wilayah Sumatera Bagian Selatan dengan perincian:

Tahun 1985: bertemakan Menyongsong Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ. Materi yang disajikan dalam Musyawarah tersebut tentang dasar-dasar kemandirian dalam bidang theologia, daya dan dana.

Tahun 1986: bertemakan Menyongsong Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ. Materi dalam musyawarah ini terutama pengorganisasian dan normalisasi tata laksana administrasi Gereja.

Tahun 1987: bertemakan Pemantapan Kemandirian

Sinode Wilayah I GKJ. Materi dalam Musyawarah ini antara lain:

a. Hasil Angket kemandirian yang diisi oleh

Jemaat secara sample.

b. Pengerahan daya di Sinode Wilayah I GKJ

c. Gambaran Makro di Sinode GKSBS.

d. PI kepada suku non Jawa.

Sebelum Musyawarah Majelis tahun 1987, telah diadakan angket kepada jemaat diseluruh wilayah pelayanan, yang dilakukan secara sample. Hasil tersebut telah dikompilasikan dalam satu bundel, tetapi belum sempat diklasifikasikan lebih rinci.

Angket ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengertian kemandirian Sinode Wilayah I GKJ dimengerti oleh Jemaat/Warga Gereja.

Memang dari hasil angket tersebut Panitia Kemandirian tahu akan situasi ynng dihadapi saat ini, adanya tantangan dan hambatan didalamnya, tetapi juga ada potensi yang bisa mendukung akan keberadaan Gereja ditengah-tengah masyarakat yang majemuk.

Disamping Musyawarah Majelis yang diadakan tiap tahun tersebut juga diadakan Konperensi Studi bagi Tenaga-tenaga gereja sewilayah Sinode Wilayah I GKJ bertempat di Wisma Oíkoumene Sukabumi pada akhir tahun 1985. Konperensi Studi Tenaga tersebut membuahkan rekomendasi-rekomendasi yang oleh Panitia Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ telah disampaikan kepada Sidang Sinode Wilayah I GKJ XI tahun 1987.

Adanya Musyawarah Majelis dan Konperensi Studi tenaga tersebut dalam rangka pemantapan kemandirian Sinode Wilayah I GKJ dan dari Musyawarah serta Konperensi Studi tersebut ada rekomendasi-rekomendasi yang menyatakan aspirasi dari jemaat-jemaat maupun tenaga Gereja terhadap proses kemandirian Sinode Wilayah I GKJ. Sidang Sinode Wilayah I GKJ ke XI di Metro yang berlangsung tanggal 16 s.d. 20 Juni 1987 memutuskan tentang Keman­dirian Sinode Wilayah I GKJ sebagai berikut :

Artlkel 11

KEMANDIRIAN SINODE WILAYAH I GKJ

Setelah rriembahas tentang rencana dan keinginan kemandirian Sinode Wilayah I GKJ, dengan memperhatikan:

1. Usul-usul dari ke tujuh Klasis dilingkungan Sinode Wilayah I GKJ, tentang kesepakatandan kebulatan tekad untuk mandiri.

2. Loporan Panitia Studi Kemandirian, yang menjelaskan tentang:

a. Proses Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ (lih. lampiran IV).

b. Gambaran Makro tentang GKSBS.

Sinode memutuskan:

1. Menerima usulan-usulan dari ke tujuh Klasis tersebut, untuk dijadikan dasar sebagai kebulatan tekad Sinode Wilayah I GKJ mandiri sebagai Si­node GKSBS.

2. a. Menerima loporan Panitia Studi Kemandirian tentang segala persiapan, dan langkah-langkah yang ditempuh, sehingga Si­node Wilayah I GKJ secara kenyataan dan konseptual, telah siap untuk bersinode sendiri sebagai Sinode GKSBS.

b. Menerima laporan Panitia Studi Kemandirian tersebut yang dijadikan landasan ideal maupun operasional dalam langkah memantapkan kemandirian Sinode GKSBS.

3. Melaporkan kesiapan dan usul kebulatan tekad kemandirian Sinode GKSBS kepada Sinode GKJ XVIII.

12. Akta Sinode GKJ XVIII tahun 1987, Artikel 119:

Sinode GKJ menerima laporan dari Sinode Wilayah I GKJ tentang hasil pemantapan Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ yang dilaksanakan oleh Panitia Kemandirian dalam satu daur persidangan Sinode (th. 1984 - 1987).

Setelah menerima laporan tersebut Sinode GKJ memutuskan dalam artikel 119, sebagai berikut:

Setelah sidang membahas laporan Deputat Studi dan Penelitian mengenai Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ, serta membahas usul Sinode Wilayah I GKJ mengenai Kemandirian, dengan mernperhatikan dan memahami:

a. Bahwa Wilayah Pekabaran Injil Gereja-Gereja Kristen Jawa di Sumatera Bagian Selatan telah tumbuh dan berkembang menjadi Gereja yang dewasa dan berkeinginan untuk mandiri dalam arti bersinode sendiri.

b. Bahwa pertumbuhan dan perkembangan tersebut menuju kepada Kemandirian/Adeg (jati diri) sebagai Gereja di wilayah Sumatera Bagian Selatan yang bertanggungjawab atas panggilannya selaku Gereja Daerah dengan pola melayani dan menatalayani.

c. Bahwa pertumbuhan dan perkembangannya menuju kepada Kemandirian/Adeg sebagai Gereja daerah di wilayah Sumatera Bagian Selatan telah melalui pro­ses gerejawi, sehingga sudah ada keseragaman pemahaman kemandirian gereja secara asasi, yang de­ngan demikian kemandirian secara aksistensial su­dah berwujud dengan mungguh (pantas, layak, pada tempatnya).

Sidang memutuskan:

1. Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja, Sinode GKJ merestui Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ menjadi “ SINODE GEREJA-GEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN ( SINODE GKSBS “.

2. Hal-hal yang menyangkut tindak lanjut yang ada hubungannya dengan kemandirian Sinode GKSBS, penyelesaiannya diserahkan kepada Deputat-Deputat Sinode GKJ yang terkait.

3. Hubungan GKJ dan GKSBS terjalin sebagai Gereja Saudara.

4. Untuk mewujudnyatakan persekutuan dan kerjasama antara GKJ dengan GKSBS dibentuklah Musyawarah Kerjasama GKJ - GKSBS.

5. Menganjurkan kepada Sinode GKSBS untuk :

a. Melaporkan keberadaannya kepada Pemerintah

b. Memantapkan konsolidasi

c. Melanjutkan hubungan yang 1elah ada dengan GKN.

13. Lahirnya Sinode GKSBS

Keputusan Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ menjadi Sinode GKSBS dituangkan dalam Piagam tertanggal Yogyakarta 6 Agustus 1987, dan tanggal tersebut merupakan tanggal lahirnya Sinode GKSBS. Adapun isi Piagam tersebut sebagai berikut (terlampir).-

14. Peresmian Sinode GKSBS

Sinode GKSBS telan lahir pada tanggal 6 Agustus 1987, atas keputusan Sinode GKJ XVIII di Yogyakarta. Sebagai Gereja yang baru keberadaannya di tengah bangsa dan masyarakat perlu diakui oleh pihak Pemerintah. Oleh karenanya setelah melengkapi persyaratan-persyaratan yang diperlukan oleh pihak pemerintah (dalam hal ini Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag RI) maka pada tanggal 15 Oktober 1987 GKSBS diresmikan keberadaan­nya oleh Bapak Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag RI atas nama Pemerintan RI.

Peresmian tersebut dilakukan dalam suatu upacara resmi pada tanggal 15 Oktober 1987 dihadiri oleh Bapak Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag RI, pejabat-pejabat teras Pemerintah Daerah Lampung antara lain :

- Bapak Gubernur Tingkat I Lampung

- Bapak Bupati Tingkat II Lampung Tengah

- Bapak Kanwü Depag Tingkat I Lampung

- Pejabat-pejabat Pemerintah Tk. I dan Tk. II

- Wakil dari GKJ

- Wakil dari PGI Wilayah Lampung

- Wakil dari Gereja-Gereja tetangga di Lampung

- Anggota Jemaat Gereja tetangga di Metro

- Para tenaga gereja GKSBS

- Anggota Jemaat GKL

- Para tamu dan undangan.

Dalam upacara tersebut diresmikan Kantor Sinode GKSBS oleh Bapak Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag RI de­ngan penandatanganan prasasti. Adapun keputusan Pemerintah atas berdirinya GKSBS tertuang dalam keputusan Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag RI No.100 Tahun 1987 tanggal 14 Oktober 1987.

15. GKSBS sebagai Anggota PGI.

Setelah ada pengakuan pemerintah lewat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag RI No. 100 Th. 1987, maka GKSBS melamar menjadi anggota PGI, dengan disertai rekomendasi dari:

- Gereja-gereja yang telah ada di Sumatera Bagian Selatan.

- PGI Wilayah Lampung, Sumatra Selatan, dan Jambi.

Pada Sidang MPL PGI di Kendari yang berlangsung tang­gal 20 - 27 April 1988 diputuskan bahwa permohonan GKSBS untuk menjadi anggota PGI diterima karena persyaratan-persyaratan yang diperlukan sudah dipenuhi semua.

Pada tanggal 27 April 1988 Sidang MPL PGI di Kendari menerima GKSBS menjadi anggota PGI yang ke 58, dan sekaligus melantik anggota MPL wakil dari GKSBS. (Keputusan PGI terlampir).

Dengan demikian kini GKSBS telah berada dalam deretan Gereja-gereja di Indonesia yang bersama-sama menunaikan tugas panggilanNya di tengah masyarakat, bangsa dan negara yang sedang membangun.