Minggu, 20 April 2008

BAB II

MENGAPA HARUS MANDIRI ?

Langkah pertama yang perlu kita lakukan dalam uraian ini adalah memahami lebih dulu kata “ harus dalam judul di atas. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalah pahaman, terutama mengenai siapa yang mengharuskannya. Keharusan disini bukan keharusan yang ditentukan oleh pihak lain (di luar Gereja dan orang Kristen) melaínkan keha­rusan yang muncul dari dalam diri sendiri, yang merupakan sikap hidup sebagai akibat dari pemahaman terhadap diri sendiri. Pengenalan diri di sini dipandang dalam hubungannya dengan Tuhan dan dunia. Siapakah Gereja (dan orang kristen) di hadapan Tuhan dan siapakah dirinya bagi dan di hadapan dunia?

Pemahaman ini penting sekali, sebab tentu terdapat perbedaan antara “diharuskan” oleh pihak lain dan “diharuskan oleh dirinya sendiri. Keharusan yang ditimbulkan dari luar akan mengakibatkan rasa berat hati pada diri yang diharuskan. Sedangkan apabila hal tersebut muncul dari dirinya sendiri tentu tidak akan mengakibatkan keterpaksaan. Demikian halnya dengan kemandirian. Jikalau hal ini dipaksakan dari luar tentu pelaksanaannya akan diwarnai dengan rasa terpaksa/tertekan, sebagai sesuatu yang tidak bisa dielakkan lagi. Oleh karenanya kemandirian Gereja perlu dipahami sebagai sesuatu yang muncul dari dalam sehingga pelaksana­annya diwarnai dengan sukacita.

I. MANDIRI DALAM RANGKA MELAKSANAKAN TUGAS.

Tuhan Yesus memanggil setiap orang beriman dan mendirikan GerejaNya bukan sekedar dianugerahi keselamatan, kemudian dipersilakan menikmatinya sendiri. Gereja (dan orang kristen) dipanggil “ setelah menerima” untuk meneruskan berita keselamatan itu kepada dunia (I Petrus 2: 9). Selanjutnya amanat ini kini oleh Gereja dikenal sebagai tugas-tugas: bersekutu, bersaksi dan melayani (Tri tugas Gereja). Amanat tersebut menunjukkan hakikat Gereja yang berarti bahwa gereja harus melaksanakannya agar benar-benar layak dísebut Gereja. Keharusan untuk rnelaksanakan tugas mempersyaratkan adanya kemampuan untuk itu. Kemampuan di sini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu: mampu mengupayakan, mempergunakan serta mengembangkan segala sarana serta mampu menjawab tantangan/persoalan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugas itu. Inilah sebabnya Gereja perlu bersikap mandiri. Pemahamannya demikian: sasaran pelayanan gereja adalah dunia. Gereja harus memberikan sesuatu berita keselamatan kepada dunia. Hal ini menjadikan Gerereja tidak boleh (tidak mungkin) bergantung kepada dunia. Pemberi tidak boleh bergantung kepada pihak yang diberi. Gereja akan dapat melayani masyarakat dan pemerintah hanya apabila Gereja tidak bergantung kepadanya. Di samping itu Gereja harus lebih dulu meyakini kebenaran dari apa yang akan disampaikan kepada dunia; yakin akan kebenaran berita keselamatan dalam Kristus. Keyakinan ini akan menjadikan Gereja seharusnya bersikap tegas di da­lam pelayanannya meskipun barangkali untuk itu dia terpaksa menghadapi, ancaman. Gereja harus tetap 'tulus' namun perlu 'cerdik' (Matius 10: 16). Gereja selalu berhadapan dengan tantangan persoalan yang harus dijawab.

II MANDIRI SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN ATAS KARUNIA.

Kita perlu percaya bahwa kepada GerejaNya Kris­tus tidak hanya memberikan tugas pelayanan melainkan Día juga mengaruniakan berkat kemampuan kepadanya agar dapat melaksanakan tugas (bdk. I Kor. 12; II Kor. ?: 10; Ef. 4:12). Adalah tidak bertanggungjawab apabila Tuhan hanya menyerahkan tugas tanpa memperhatikan apakah dia yang diserahi tugas tersebut mampu melaksanakannya atau tidak. Oleh karena itulah setiap orang Kristen perlu percaya dan mengakui bahwa dirinya telah diberi kemampuan untuk menunaikan tugas pelayanan.

Dengan keyakinan ini maka seharusnya Gereja (dan orang Kristen) percaya bahwa untuk dapat menunaikan tugasnya dia tidak rnemerlukan (bergantung pada) pertolongan dari pihak lain (bukan Gereja), yang justru harus di layaninya. Dirinya telah dimampukan. Persoalannya adalah sampai dimana Gere­ja melihat dan merasakan adanya kemampuan pada dirinya? Di samping itu sampai dimana Gereja telah bersungguh-sungguh mempergunakan serta mengembangkan kemampuannya? Mengapa masih banyak jemaat yang kelihatan lemah (dalam banyak hal)? Tuhan memelihara dan mencukupi kebutuhan GerejaNya melalui segenap warganya. Setiap warga gereja telah menerima karunia yang berbeda-beda yang kesemuanya sangat berguna bagi pembangunan dan pelayanan jemaat. Karunia yang berbeda-beda itu perlu dihimpun agar Gereja dapat melaksanakán tugasnya. Karunia-karunia itu hanya akan bermanfaat apabila dipergunakan dan dikembangkan. Pemanfaatan dan pengembangannya justru akan berakibat dilipatgandakannya karunia itu sehingga makin berlimpah-limpah. Di samping itu Tuhan, Sang Pemberi karunia, juga menuntut pertanggungjawaban atas setiap karunia yang diberikanNya (bdk. Matius 25: 19). Gereja/orang Kristen yang tidak mempergunakan karunianya hanya akan menjadi Gereja/orang Kristen yang lumpuh, yang tidak dapat berbuat apa-apa. Gereja dan orang Kristen yang bersedia mempergunakan karunia yang dipercayakan kepadanya berarti menghormati/memuliakan Tuhan karena pemberianNya tidak disia-siakan. Sebaliknya Gereja atau orang Kristen yang hanya mau mempergunakan karunia untuk dinikmati sendiri, bukan untuk pelayanan berarti meremehkan Pemberinya. Dan hal yang tersebut terakhir inilah yang seringkali menyebabkan kelumpuhan gereja, menghambat kemandirian.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa hal kemandirian Gereja bukanlah sesuatu yang baru, yang ditambahkan, yang sebelumnya tidak ada, melainkan sesuatu yang telah ada pada diri Gereja. Benih kemampuan mandiri bagi Gereja te­lah ada sejak Gereja 'dilahirkan'. Sehingga segala upaya ke-arah kemandirian perlu dipahami bukan sebagai mencari dan mengupayakan sesuatu dari luar Gereja lalu menempelkannya pada Gereja, melainkan menggali, memunculkan serta mengembangkan dari dalam, benih yang telah ada di dalam di­ri Gereja (dan setiap orang Kristen). Sehingga kesimpulannya bukan mampukah mandiri melainkan maukah mandiri ?

Tidak ada komentar: