Minggu, 20 April 2008

BAB VI

GEREJA GEREJA DI LINGKUNGAN SINODE GKSBS

DAN GERAKAN OIKUMENE

1. Pengertian Istilah Oikumene.

Oikumene merupakan kata gabungan dari kata oikos (tempat, kediaman, rumah) dan menein (menempati, mendiami).

Bertolak dari situlah maka dapat dimengerti bila arti harafiahnya adalah tempat atau rumah kediaman yang kemudian menjadi dunia yang didiami. Khsusunya "dunia yang beradab", menurut ukuran Yunani Romawi pada waktu dulu. Sesuai dengan itu kata ini dipakai sebagai sinonim : "Kerajaan Romawi". Kata "oikomene" dipakai juga dalam Perjanjian Baru. Umpamanya dalam Lukas 2: 1 kita membaca tentang sensus yang diperintahkan oleh Kaisar Agustus supaya "mendaftarkan orang diseluruh oikumene" (diseluruh dunia). Pada waktu itu orang belum tahu, bahwa dunia jauh lebih besar dari pada Kerajaan Romawi. Suatu nas lain, yang berkata kata tenatang "Oikumene" ialah Kisah Para Rasul 17: 6. Dikatakan, bahwa orang orang Kristen dipersalahkan karena mereka mengacaukan "seluruh oiku­mene" (seluruh dunia). Maksudnya: Seluruh Kerajaan Romawi.

Dalam Perjanjian Baru kata "Oikumene" juga telah dipakai untuk menyatakan tugas Pekabaran Injil yang mencakup se­luruh dunia Injil Kerajaan Allah akan diberitakan diseluruh Oikumene (seluruh dunia) sebagai kesaksian untuk semua bangsa. Matius 24: 14. Istilah oikumene yang kita kenal sekarang ini artinya sudah berubah, yaitu: berubah menjadi Gereja gereja di seluruh dunia, yang menyatakan keesaan mereka yang dianugerahkan Tuhan, melalui hidup dan pekerjaan mereka. Dengan kata lain, upaya menyatakan keesaan itu diwujudkan dalam persekutuan, penyaksian dan pelayanan bersama mereka di dunia ini. Dengan kata lain, istilah oikumene sekarang ini berarti dan dimengerti sebagai "Gereja gereja yang; bersama sama bergumul sampai mencapai keesaan Gereja melalui sikapnya". Kegiatan dan aktivitasnya sudah membuktikan keesaan yang asasi ini di dalam dunia ini dan disini. Secara singkat, oikumene berarti Gereja gereja dalam keesaan dan penghayatan keesaannya.

II. Pengertian Gerakan Oikumene.

Gerakan oikumene berarti gerakan yang bersangkut paut dengan oikumene. Atau gerakan yang bertujuan untuk mewujudkan dan menghayati keesaan Gere­ja gereja. Dengan lain perkataan dapat diungkapkan, bahwa gerakan oikumenes adalah usaha Gereja gereja dalam mewujudkan keeesaannya di dunia ini supaya hakekntnya yang asasi itu, yakni selaku Gereja Kristus yang Esa itu dapat dihayati dan dinampakkan dengan jelas.

Jadi, gerakan oikumene adalah gerakan yang berusaha untuk menghubungkan (mempersatukan) kembali Gereja gereja Tuhan yang terpecah pecah itu untuk menampakkan kesatuan mereka dalam hidup dan pelayanan mereka agar kesaksian mereka dapat dipercaya orang.

Kesatuan itulah yang dinyatakan dalam Yohanes 17: Yang berisi doa Yesus kepada BapaNya. Bukan kesatuan lahiriah dan bukan juga kesatuan organisatoris, tetapi kesatuan seperti yang ada antara Anak dan Bapa "Supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku" (ayat 21). Kesatuan Gereja dan pengutusan Gereja erat hubungan, sehingga tidak dapat dipisahkah satu dengan yang lainnya.

III. Hubungan Oikumene di Sumbagsel.

Di Sumbagsel ada beberapa Gereja yang melayani disuatu tempat. Dalam hal ini kita bekerja sama dan turut aktif dalam badán kerjasama antar Gereja dan PGI Wilayah. Sekarang baru ada 3 PGI Wilayah, yaitu: PGI Wilayah Lampung, PGI Wilayah Sumsel, dan PGI Wilayah Jambi. Sedangkan di Bengkulu masih taraf BKS yang akan menuju keterbentuknya PGI Wilayah Bengkulu nanti. Di Bengkulu Selatan ada pusat Sinode GEKISIA yang wilayah pelayanan mereka sekitar Bengkulu dan Bengkulu Selatan. Di lapangan sering terjadi Gereja gereja lain "ngrusuhi" pe­layanan gereja kita, dalam hal yang demikian perlu diselesaikan persoalannya lewat BKS ataupun PGI Wilayah dan tu­gas Pembimas Kristen Protestan, yang penting dalam penyelesaian masalah tersebut perlu ditunjukkan sikap dewasa.

IV. Oikumene secara National.

Sebagai Sinode GKSBS, maka perlu diupayakan jalur hubungan sendiri dengan PGI dengan mendaftar menjadi anggota PGI. Dalam mengajukan permohonan menjadi anggota PGI diperlukan rekomendasi-rekomendasi:

1. Dari Sinode GKJ - bahwa pembentukan GKSBS lewat ja­lur yang wajar dan direstui oleh GKJ, jadi bukan semacam "sempalan" dari GKJ.

2. Rekomendasi dari Gereja yang mempunyai pusat Sinode sendiri di Sumbagsel dan juga anggota PGI. Dalam hal ini hanya ada satu Gereja yaitu GEKESIA.

3. Rekomendasi dari PGI Wilayah yang ada di Sumbagsel, yaitu PGI Wilayah Lampung, PGI Wilayah Sumsel, dan PGI Wilayah Jambi.

Kami memandang bahwa menjadi anggota PGI adalah suatu keperluan bagi Gereja kita, maka dari itu perlu diupayakan. Disamping itu perlu dijalin hubungan Gerejawi dengan Gereja gereja lain di Indonesia, misalnya :

a. Secara khusus kepada Gereja Anggota BMGJ di Jawa.

b. Gereja gereja seasasi: GKI Jateng, GK Toraja, GK Sumba, GKI Sumut.

V. Hubungan dengan Bebadan Gerejawi yang ada hubungannya dengan Gereja kita.

Hal ini terutama dengan Bebadan bebadan GKJ dimana kita memerlukan juga untuk kelangsungannya, dan juga yang ada kaitannya dengan yang bekerjasama de­ngan GKI Jateng, apakah kita akan turut serta di dalamnya.

Oleh karenanya jalur hubungan ini kami bagi menjadi sbb :

1. Hubungan bilateral GKJ dengan GKSBS, dalam hal urusan YDP. Dalam hal ini GKSBS tetap tetap menjadi anqqota YDP GKJ.

2. Hubungan trilateral antara GKJ, GKI Jateng, dan GKSBS untuk urusan urusan Yakkum, LP3K dan LPK.

3. Hubungan yang multi lateral antara GKSBS dengan Gere­ja gereja pendukung STT Jakarta, Duta Wacana dan Satya Wacana.

Kesemuanya itu perlu dibicarakan dulu dalam Musyawarah Verja Sama (MKS) yang diadakan setelah terbentuknya GKSBS. MKS ini membicarakan urgensi dari pada keterlibatan kita, bentuk kerjasama, kewajiban dsb.

VI. Hubungan dengan Gereja gereja/Bebadan Gerejawi di luar Negeri.

Di depan sudah dikemukakan bahwa Gereja tidak berdiri, tetapi pada hakekatnya adalah satu tubuh da­lam Kristus. Oleh karenanya kita juga perlu menjalin hubu­ngan dengan Gereja gereja luar Negeri sebagai partner ker­ja. Dalam hal bekerjasama yang perlu dipahami bersama bahwa kerjasama tersebut merupakan kerjasama antara 2 Gereja, masing masing harus saling bersikap dewasa, tidak ada unsur yang satu memerintah yang lain.

1. Dalam jalur internasional kita melanjutkan hubungan de­ngan pihak partner GKN (dalam hal ini Java Sumatera Sektie dan ADB) dengan menjalin hubungan bilateral, dengan ketentuan ketentuan dan kesepakatan yang perlu diatur tersendiri dalam Musyawarah Kerja Sama.

2. Jalur hubungan dengan RCA sudah pernah terjadi dalam kerjasama bidang Sosek di Klasis Belitang, maka kalau di pandang perlu jalur hubungan bilateral dengan RCA bisa dijalin tersendiri. Jalur dengan RCA juga banyak manfaatnya dengan perkembangan pendidikan Theologia, yaitu untuk program lanjutan. Dalam meningkatkan daya baik hal tersebut di perkembangkan lebih jauh.

3. Hubungan dengan Bebadan bebadan Gerejawi di luar Ne­geri juga diperlukan dalam program program Kemasyarakatan dan keadaan darurat. Hubungan ini bisa bersifat insidentil.

Jalur jalur ini misalnya dengan:

- Utrecht-West di Nederland )

- ICCO di Nederland ) —> bidang Sosek

- S 0 H di Nederland )

- B F \V di Jerman )

- Z E di Jerman ) —> bidang Kesehatan

- Christian-Aid di Inggris )

Dan kemungkinan jalur jalur lain yanq diperlukan untuk bekerjasama dalam program program tertentu (Sosek dan Kesehatan).

4. Hubungan dengan organisasi Gerejawi Internasional seca­ra permanent perlu dikaji lebih lanjut akan urgensinya dan konsekwensinya. Yang perlu dipikirkan adalah: VVCC, WARC dan CCA. Organisasi yang lain supaya lebih selektif, dengan pertimbangan kalau masuk sebagai anggota manfaatnya apa, karena konsekwensi iuran anggota juga cukup besar, lagi pula dalam hal daya untuk maksud tersebut masih terbatas.

VII. Upaya dan peranan Sínode GKSBS dalam hubungan oíkumenis.

1. Sebagai Sinode yang mandiri, GKSBS perlu mengupayakan secara terus menerus pemahaman teologis tentang hakekat dan maknanya sebagai Gereja yang mandiri. Dalam hal ini perlu mekanisme program penjemaatan. Sehingga Gereja gereja dalam lingkup Sinode GKSBS, yang secara kenyataannya telah melaksanakan tugas panggilannya bersama dengan segenap warga Gereja, akan semakin meningkat secara kwalitas menunjukkan adeg/citra dan tugas panggilannya sebagai Gereja yang dewasa.

2. Serentak dengan penjemaatan makna kemandirian Gereja tersebut, GKSBS juga terpanggil sebagai pelopor dikawasan Sumbagsel, dan partisipasi aktif untuk ikut memahami dan mengembangkan makna teologis tentang keesaan itu sendiri. Dengan kata lain, bagaimana dengan adeg sebagai Gereja yang mandiri, akan terlibat dalam upaya keesaan Gereja/Oikumenis.

3. Karena pemahaman teologis tentang keesaan Gereja, yang pada hakekatnya merupakan pemahaman teologis mengenai hakekat Gereja. Pemahaman itu perlu mengingat bahwa hal itu merupakan upaya yang terus dilakukan oleh Gereja Gereja pada saat ini. Baik dalam level setempat, lebih lebih dalam persekutuan oikumenis. Juga yang sejak semula yang menjadi tujuan dari persekutuan Gere­ja Gereja di Indonesia untuk mewujudkan makna/tujuan kearah keesaan Gereja.

4. Peranan Gereja gereja dalam lingkup Sinode GKSBS untuk memperlancar pemahaman mengenai hakekat gerakan oikumenis menuju panggilan sebagai Gereja yang mandiri dan esa perlu digalang secara terus menerus. Misalnya dengan usaha dalam bentuk melakukan dialog terbuka dan jujur untuk membicarakan masalah yang dihadapi bersama; pertemuan penelaahan Alkitab bersama; pertemuan untuk menyusun rencana dan pelaksanaan rencana kerja bersama dalam persekutuan, penyaksian dan pelayanan bersama; pelaksanaan tugas pcnggilan bersama; usaha saling mengunjungi dalam kesempatan tertentu, misalnya pada baptisan kudus dan perjamuan kudus; usaha pertukaran tenaga, misal dalam pertukaran mimbar, dalam pelayanan upacara pernikahan dan penguburan; dan lain sebagainya.

5. Masih dalam kaitannya dengan usaha memperlancar Oikumene tadi, dan kaitannya dengan pengatasan hambatan yang masih ada. Misalnya dapat dilakukan pengatasan baik sendiri maupun bersama terhadap hambatan yang berupa sikap introvert atau eksklusíf yang masih ada pada sementara Gereja (Jemaat) karena pelbagai alasan latar belakang, misalnya karena alasan latar belakang; historis, denominasi, tradisi gerejawi, etnis, kullural, adat; sikap kesalehan, sikap egoistis, sikap egosentris, sikap yang bertolak dari perasaan benar diri, sikap hanya mau menerima tetapi tidak mau memberi, sikap yang mau menang sendiri, sikap meremehkan pihak lain, dlsb.

6. Upaya memperlancar Oikumene di atas akan lebih mudah dicapai. Secara teoritis, bila semua pihak yang bersangkutan mau terbuka terhadap yang laín, rela merendahkan diri terhadap yang lain, suka dan berhasrat untuk memahami, mengenal dan mengerti secara mendalam, mau menghormati dan menghargai yang lain, mau mengoreksi diri sendiri bahwa dirinya mempunyai kekurangan atau kelemahan disamping kelebihan dan kekuatan, mau hidup saling tergantung, dan seterusnya. Bila itu terjadi maka akan tercipta kehidupan organis dan harmonis, kehidupan dalam kebersamaan yang terpadu dan kegiatan bersama dalam melaksanakan tugas panggilan bersama mereka, missi bersama mereka, kepada dan di tengah dunia ini. Kalau itu terjadi, maka tidak ayal lagi bila dunia mempercayai mereka bahwa mereka diutus Kristus kedalam dunia untuk mendemontrasikan perdamaian (keselamatan) itu. Akhirnya tidak ayal lagi bila dunia (dunia bangsa bangsa) percaya pula bahwa Kristuslah yang di utus Allah kepadanya perdamaían (keselamatan)- Nya itu.

VIII. Kesimpulan/Saran. .

Akhirnya sebagai saran dalam mengkaji masalah kemandirian Gereja dan peran sertanya dalam tugas panggilan Oikumenis dapat dikemukakan butir butir pemikiran yang bisa menjadi dasar pijak dan program pemantapan dan penjemaatan di Sinode GKSBS.

Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Memperhatikan keadaan kita yang heterogen. Program yang akan dilakukan harus menggunakan pendekatan yang aneka jarak ragam dan program, dengan tingkat yang berbeda beda. Rancangan program ini memerlukan aparat tertentu yang akan melaksanakan dan mengembangkan tugas tugas panggilan dan hakekat sebagai gereja yang mandiri.

2. Gereja gereja dalam Sinode GKSBS dan Gereja Gereja Kristen Protestan/Katolik dalam persekutuan oikume­nis dapat secara bersama menggalakkan upaya-upaya dan pemantapan kemandirian. engan mengadakan penelitian tentang hambatan-hambatan dan kemampuan kemampuan dalam rangka mendapat gambaran dan pemahaman konkrit keadaan Jemaat, dalam perencanaan, pengembangan dan pemantapan kemandirian Gereja.

3. Gereja yang mandiri, tidak bisa tidak harus mengem­bangkan diri sendiri, harus meningkatkan diri sendiri. Karena itu Gereja yang mandiri adalah Gereja yang dinamis dan kreatif di dalam kehidupannya. la bukan barang jadi, tetapi hidup dan berkembang ke arah kepenuhan Kristus. Supaya tugas panggilannya dapat dilakukan dengan baik dan berdaya guna serta berhasil guna bagi sesamanya, bagi keselamatan sesamanya. Dalam kaitannya dengan hal ini hal berteologis dan hasil berteologia pun senantiasa berkembang selaras dengan perkembangan pelaksanaan tugas panggilannya dan tantangan tantangan yang dihadapinya pula.

4. Gereja yang mandiri adalah Gereja yang mampu hidup dalam kebersamaan dan saling tergantung dengan Gereja lain. Dengan kata lain, sanggup hidup di dalam panggilan keesaan bersama secara Oikumenis dengan Gereja lainnya. Dalam hal ini sungguh-sungguh menyadari akan hakekatnya yang bebas, tidak merasa dibelenggu adanya tembok pemisah, yang disebabkan oleh sejarah, ajaran maupun kebiasaan masing-masing Gereja.

5. Dalam ikut memainkan peran sebagai Gereja yang mandiri, sekaligus terpanggil untuk mengupayakan pemantapan menuju kepada keesaan Gereja/Oikumenis.

Dengan diantaranya:

- Meningkatkan pertukaran utusan Gerejawi, meningkat­kan kunjungan antar Gereja, menciptakan forum komunikasi. Semua itu merupakan upaya juga untuk menghadapi tantangan bersama. Baik itu berasal dari dalam Gereja sendiri, sebagai upaya terus menerus merefleksikan tugas panggilan di tengah situasi pergumulan yang kongkrit. Demikian juga tantangan dari luar, yang sementara ini kita lihat sebagai tantangan yang positif. Supaya lebih dapat memacu pelayanan dan kesaksian Gereja di tengah pergumulan dan pembangunan bangsa. Kesadaran tentang kenyataan yang terus berubah dan berkembang.

Tidak ada komentar: